Solo Trip to Belitung
Setelah perjalanan solo saya di Yogyakarta pada awal tahun, perjalanan solo saya selanjutnya adalah menuju salah satu Pulau yang memiliki hasil bumi paling kaya di Indonesia. Pulau Belitung termasuk dalam provinsi Bangka Belitung, terletak di sebelah Timur Pulau Sumatera yang juga berdampingan dengan Pulau Bangka dengan Tanjung Pandan sebagai pusat kota & pusat pemerintahan.
After my solo trip in Yogyakarta at the early time of this year, my next solo trip project is at one of the richest Island in Indonesia that contains so many natural resources, the untouched beauty of Belitung Island. It is located at the east of Sumatera island, with Tanjung Pandan as its capital city of Belitung.
Bintang laut di Pulau Pasir, Belitung
Starfish at Pulau Pasir, Belitung
DAY 1
Di hari pertama setelah keluar dari Bandar Udara Hanandjoeddin Tanjung Pandan, dapat menyewa "taksi" sebagai akses menuju pusat kota. Taksi di Belitung merupakan mobil yang disewakan karena tidak dapat transportasi umum di Belitung mengingat populasi di Pulau Belitung hanya sekitar 350.000 jiwa. Untuk berkeliling Pulau Belitung, dapat menyewa sepeda motor atau mobil.
At the first day after I went out from Hanandjoeddin Airport in Tanjung Pandan, you can rent a "taxi" as your transportation to the central area. "Taxi" in Belitung is a usual car with no taxi brand on it. It serves full day car rent and transportation between the central town of Tanjung Pandan and the airport. There is no public transportation in Belitung, because the population is "only" about 350,000 peoples.
The waiting room of H.A.S Hanandjoeddin Airport in Tanjung Pandan
Tujuan hari pertama adalah Kabupaten Belitung Timur, daerah asal dari beberapa tokoh ternama di Indonesia. Sebut saja Wakil Gubernur DKI Jakarta Bpk. Basuki Tjahaja Purnama dan penulis novel tetralogi Laskar Pelangi, Andrea Hirata. Perjalanan ke Belitung Timur dapat ditempuh dalam waktu sekitar 90 menit dengan menggunakan mobil yang dapat di sewa di Bandar Udara Hanandjoedin.
The destination at the first day is the regency of Belitung Timur, a hometown of several notable figures in Indonesia. Let's say the current Vice Governor of Jakarta, Sir Basuki Tjahaja Purnama and a best seller novel author of Laskar Pelangi, Andrea Hirata. Trip to Belitung Timur can be reached in one and a half hour with a car I rented at Hanandjoeddin Airport.
Obyek wisata di Belitung Timur terdapat di daerah Gantong, atau dapat disebut dengan Wisata Laskar Pelangi dimana disana terdapat Replika SD Muhammadiyah Gantong yang diceritakan di dalam novel tetralogi tersebut. Selain itu juga terdapat Museum Kata Andrea Hirata, yang digadang sebagai museum kategori sastra pertama di Indonesia.
The tourism objects in Belitung Timur can be founded in Gantong. Or it is usually named as the camp of Laskar Pelangi (The Rainbow Troops, an international best selling novel written by Andrea Hirata). There is a replica of SD Muhammadiyah Gantong, a place that has been featured on the Laskar Pelangi tetralogy. And also, there is a museum named Museum Kata Andrea Hirata that has been named as the very first literature museum in Indonesia.
Replica of SD Muhammadiyah Gantong
Museum Kata Andrea Hirata
Kira-kira 20 menit dari Museum Kata Andrea Hirata, terdapat sebuah Vihara diatas bukit di daerah Manggar bernama Vihara Kwan Im. Vihara ini pun dwifungsi sebagai tempat ibadah kaum Tionghoa yang ada di Belitung, juga sebagai obyek wisata. Dari atas bukit Vihara, terlihat salah satu pantai yang terdapat di wilayah Timur Laut pesisir Pulau Belitung, namanya Pantai Burong Mandi. Di pantai yang tenang dan berair jernih ini, dapat ditemukan perahu khas Pulau Belitung yang digunakan nelayan lokal untuk melaut.
About 20 minutes from Museum Kata Andrea Hirata, there is a Buddhist temple up in the hill at the Manggar area in Belitung Timur named Vihara Kwan Im. This temple is now getting multifunctional. It is used for the Buddhist to worship their God, and also as a touristic place. At the top of the temple, it is visible for you to see one of north west coasts of Belitung island and there is a beach called Pantai Burong Mandi.
Interior tradisional Tionghoa dan ukiran bahasa Cina di Vihara Kwan Im
The traditional Chinese interior & carved literature at Vihara Kwan Im
Perahu Kater khas Belitung di Pantai Burong Mandi
The traditional Belitung boat, Perahu Kater at Pantai Burong Mandi
Perjalanan pun dilanjutkan menuju Tanjung Pandan guna mengejar pemandangan matahari terbenam di daerah Pantai Tanjung Pendam. Saya cukup beruntung karena kondisi awan menjelang sore cukup baik sehingga konfigurasi warna langit saat itu dapat diabadikan dengan cukup baik.
We continue the trip to the central city of Tanjung Pandan to catch the sunset in Tanjung Pendam beach. I was pretty lucky because the sky condition was so good.
Pemandangan matahari terbenam di Pantai Tanjung Pendam
Sunset at Pantai Tanjung Pendam
Pemandangan menuju matahari terbenam
Early sunset leap at Pantai Tanjung Pendam
Pada malam hari, host saya selama di Belitung yang saya temukan di situs Couchsurfing- namanya Ion; mengajak untuk makan malam di salah satu restoran bernama Belitung Timpo Duluk. Nuansa khas Belitung tertuang dalam interior tradisional & seragam pramusaji rumah makan ini.
At the night, my Couchsurfing host; his name is Ion. He took me to a quite famous restaurant in Belitung named Belitung Timpo Duluk. The local Belitung vibe translated very well at its traditional interior and the waiter's uniform.
Local delicacies at Belitung Timpo Duluk restaurant.
DAY 2
Wisata bahari yang merupakan kunci dari potensi wisata Belitung pun saya jelajahi di hari ke 2. Dengan motor yang saya sewa di penginapan, saya berkendara dari pusat kota Tanjung Pandan menuju daerah Tanjung Kelayang sekitar 60 menit. Daerah Tanjung Kelayang merupakan perkampungan pesisir yang sebagian besar warganya adalah nelayan. Daerah ini merupakan akses utama untuk menjelajahi Pantai & Pulau-Pulau di sekitar Belitung.
This is it. Marine tourism is the key of Pulau Belitung and I got my chance to surf the beauty of it at the day 2 of my solo trip. I rent a motorbike on my hostel then I drive myself from the central Tanjung Pandan to the area of Tanjung Kelayang, an hour approximately. If you want to surf the islands near the main island of Belitung, Tanjung Kelayang is the starting point because you can find so many fishermans that could take you around.
Bang Bunet, nelayan wisata yang saya sewa untuk menjelajahi Pulau-Pulau pun menyalakan kemudi kapalnya dan bersiap untuk memulai perjalanan. Jika di hari pertama saya sebagian besar foto yang saya ambil adalah dari mini tripod saya (Ya, saya hanya sendiri kesini. Tidak ada asisten untuk mengabadikan diri saya), jelajah kali ini Bang Bunet lah yang mengambil alih kamera saya jika saya ingin berfoto bersama keindahan alam di daerah Pantai & Pulau-Pulau; karena menurut saya, hasil foto nya bagus-bagus sekali.
Bang Bunet is my guide during my trip around the island. And if at the first day, I almost took the photographs from my tripod (Yes, I'm here alone. No assistant take some of my face shots, right ?), Bang Bunet is my personal photographer as well and seriously, he's really good at photography. And when I asked how far his education is, he didn't even finished junior high. And he knows how to operate my digital camera really really well. Salute !
Pemandangan lansekap Pulau Garuda, Belitung
Landscape view Pulau Garuda, Belitung
Pulau Pasir ketika air laut sedang pasang
A nearly invisible Pulau Pasir
Pemberhentian pertama adalah Pulau Garuda atau Pulau Burung. Dimana untaian batu granit superbesar yang menjadi ciri khas wisata Belitung tersusun rapi menyerupai kepala burung dari kejauhan. Setelah itu perjalanan dilanjutkan ke Pulau Pasir, dimana terdapat bintang laut di tepi laut. Sebenarnya Pulau Pasir ini hanya terdiri dari undakan pasir, atau nama lainnya "Gosong". Dan ketika saya sampai disana, air laut sedang pasang dan dataran pasirnya tidak begitu terlihat dan justru terlihat seperti berdiri di tengah Selat Gaspar.
First stop is Pulau Garuda or Pulau Burung (Burung in Bahasa Indonesia means "bird"); where the huge granite stones that has been the iconic view of Belitung has been transformed into a silhouette of a bird head and it amazes me for a moment. Pulau Pasir is the next stop after it, a place where you might find some starfishes there. Actually, Pulau Pasir is invisible when the sea level is increased when I go there, the sea level is increased and I feels like standing in the middle of Gaspar strait.
Perahu pun bertolak menuju salah satu lokasi film Laskar Pelangi, Pulau Batu Berlayar. Pulau ini terdiri dari pasir putih dan barisan batu-batu granit besar sekitar 7 hingga 8 meter. Menurut saya, Pulau Batu Berlayar adalah salah satu Pulau paling fotogenik bagi pecinta fotografi lansekap karena komposisi batu dan pasirnya tersusun begitu rapi.
The journey continued to one of the location of Laskar Pelangi film, it named as Pulau Batu Berlayar. This island consists of huge granite stones; size about 7 to 8 meters and tons of natural white sands. And in my opinion, Pulau Batu Berlayar is the most photogenic island for landscape photographer since the form of granite stones are looking aesthetically beautiful.
Pulau Batu Berlayar
Skala batu granit dan tubuh saya
See how huge the granite stone is ?
Setelah mengunjungi Pulau Batu Berlayar, kapal bertolak menuju Pulau Babi Kecil yang jaraknya sekitar 15 menit dari Pulau Batu Berlayar. Saat kapal menepi di Pulau Babi Kecil, ekspektasi saya tidak begitu banyak karena di depan Pulau ini, isinya hanyalah tanaman liar. Bang Bunet mengajak saya untuk masuk melalui semak-semak tanaman liar itu dan ternyata, di belakang nya ada hamparan batu granit yang lebih besar daripada Pulau-Pulau sebelumnya. Dan beberapa bintang laut masih dapat ditemukan di Pulau ini.
Pulau Babi Kecil is the next stop, only about 15 minutes from Pulau Batu Berlayar. I honestly did not expect that much when I go down to this island because there was only plantation at the entrance. And until I took myself at the back side of the island. Another huge stones mesmerises me. Several starfishes are still here as well !
Tanaman tropis di Pulau Babi Kecil
Tropical plantation at Pulau Babi Kecil
Dan setelah melompati beberapa Pulau, perahu berlabuh di salah satu bangunan ikonik di Pulau Belitung, yaitu mercusuar di Pulau Lengkuas. Pulau ini hanya dihuni oleh 2 penjaga mercusuar. Sayang sekali ketika sampai di Pulau ini, baterai kamera saya berkurang sementara perjalanan masih panjang. Tanpa pikir lama, saya pun menaiki mercusuar 18 lantai + 2 lantai di paling atas itu. Dan ternyata cukup melelahkan untuk mencapai atas mercusuar itu.
After several islands, the boat stops in one of the iconic building in Belitung, the lighthouse at Pulau Lengkuas. 2 lighthouse masters living in this island. And a bit unfortunate, my camera battery drained about 1 bar, meanwhile there is no electricity and I still gonna have a quite long journey. So I just decided to climb the 18 + 2 floors of the lighthouse and seriously it's quite exhausting to climb the lighthouse, though.
Pemandangan dari 2 penjuru mata angin di atas mercusuar Pulau Lengkuas
Views from different side above from Pulau Lengkuas lighthouse
Setelah beristirahat sebentar di Pulau Lengkuas, perjalanan selanjutnya adalah Pulau Tudong Kikmai. Di Pulau inilah saya dan Bang Bunet beristirahat dengan bermodalkan makanan yang saya beli dari Tanjung Pandan. Rasa-rasanya makan siang di Pulau tak berpenghuni dan berpayungkan batu granit dari matahari adalah pengalaman makan siang terindah saya selama perjalanan. Oh ya, kata Bang Bunet, tidak banyak orang mengetahui keberadaan Pulau ini. Dan setelah saya cari di internet pun tidak ada informasi tentang Pulau ini. Bang Bunet berkata bahwa dia sangat jarang bawa tamu kesini. Saya pun merasa beruntung.
Next stop is Pulau Tudong Kikmai, the island where me and Bang Bunet had lunch I bought at Tanjung Pandan together under the granite stone to prevent the sunshine. Bang Bunet says that not so many peoples knows this island, and after I Google the name at the internet, I found zero information as well. At the moment, I feel happy.
Pengalaman makan siang paling mewah dibawah batu granit Pulau Tudong Kikmai
Such a luxurious lunch moment under the rocks of Pulau Tudong Kikmai
Setelah makan siang, Bang Bunet membawa saya ke Pulau Kelayang. Dimana disini terdapat kumpulan batu granit merah, tanaman liar layaknya hutan belantara, dan goa yang tersusun dari batu-batu granit. Di Pulau ini juga bisa berenang ditengah-tengah batu granit besar. Untuk berenang disini harus menggunakan alas kaki karena kondisi batu granit yang tajam.
After we had lunch together, Bang Bunet took the boat to Pulau Kelayang. Here, there are red granite rocks, tropical plantations and caves that consists of the granite rocks as well. You also able to swim in the middle of the cave. But be careful, the granite is quite sharp so you'd rather to use cover your feet with sandals even when you are swimming on the cave, though.
Belantara goa Pulau Kelayang
Pulau Kelayang cave
Perjalanan bersama Bang Bunet pun berakhir di Pulau Kelayang. Setelah menepi kembali di Tanjung Kelayang, saya melanjutkan perjalanan saya menuju Pantai Tanjung Tinggi yang juga dinamakan Pantai Laskar Pelangi yang berjarak 15 menit dari Tanjung Kelayang dengan menggunakan motor. Dan disaat sampai Pantai Tanjung Tinggi, baterai kamera saya habis dan hanya mengabadikan satu buah foto.
Island hopping with Bang Bunet ended at Pulau Kelayang. After we went back to Tanjung Kelayang, I continue my solo trip to Pantai Tanjung Tinggi or Pantai Laskar Pelangi, 15 minutes from Tanjung Kelayang by motorbike. And unfortunately when I arrived at Pantai Tanjung Tinggi, my camera turned off because the battery is empty. And I only took one single shot here. Damn.
Satu foto terakhir Pantai Tanjung Tinggi sebelum kamera saya mati
One last shot of Pantai Tanjung Tinggi before my camera battery turned off
Setelah perjalanan ke Tanjung Tinggi, saya memutuskan untuk kembali ke Wisma untuk mengisi baterai kamera saya sebelum host Couchsurfing saya Ion menjemput untuk mengunjungi daerah wisata terakhir sebelum kembali ke Jakarta yaitu Danau Kaolin. Pengerukan hasil bumi besar2an di Belitung di masa lalu banyak meninggalkan sisa-sisa lembah kosong. Dan rasanya begitu menakjubkan melihat air hujan yang menggenangi lembah bekas tambang kaolin yang terletak di Jalan Murai Tanjung Pandan ini. Jika kemarin saya mengabadikan pemandangan matahari terbenam dari Pantai, sekarang saya menangkap matahari terbenam di Danau Kaolin.
After Tanjung Tinggi, I decided to go back to my hostel in hoping to charge my camera before my Couchsurfing host, Ion took me to the last touristic site before I go back to Jakarta in the next morning, so welcome to Danau Kaolin. A huge mining programs in Belitung back at the time and it left so many man made valleys. It feels so magical to see the rain water flooded the valley and created a beautiful lake. And if at the day 1 I took the sunset shot in the beach, I also able to take the sunset shot from Danau Kaolin as well.
Danau Kaolin Tanjung Pandan
Pemandangan matahari terbenam dari Danau Kaolin
Sunset from Danau Kaolin
EXTRAS
Berikut adalah trivia bebas yang dapat saya rangkum mengenai Pulau Belitung.
Here are several trivia for Belitung.
1. Pulau Belitung sangat aman untuk dijelajahi seorang diri, bahkan untuk wanita sekalipun. Jalan utama di Belitung hanya ada 2 dan sebagian besar jalanan lurus-lurus saja. Warga lokal nya sangat ramah ketika menghadapi pejalan. Jadi tidak usah takut untuk menjadi korban kriminal disini bahkan jarang bisa menemukan polisi lalu lintas karena kondisi jalan raya yang cukup sepi.
Belitung is beyond safe for solo traveler, even for female solo traveler. There are only 2 main roads in Belitung. The local peoples are so friendly to the traveler. So don't be afraid to be a crime victim here. You even unable to see traffic cop because the road traffic is very quiet here.
Kiri: Berkesempatan untuk mampir ke rumah host dari Couchsurfing dan teman-temannya. Makan gratis :P
Kanan: Bersama supir saya dan kakak dari Andrea Hirata di Museum Kata Andrea Hirata
Left: Visiting my Couchsurfing host & his friends. Free meals ! :P
Right: With my driver & Andrea Hirata's brother at Museum Kata Andrea Hirata
2. Sayangnya, di salah satu pulau dengan sumber daya alam terkaya di Indonesia, bensin merupakan hal yang cukup langka di Belitung. Hal ini dapat terlihat dengan hanya ada beberapa pom bensin yang menjual bensin dan banyak yang antri. Jika hendak membeli bensin, di pinggir jalan Belitung banyak penjual bensin dan mereka menaikkan harga kira-kira Rp 1.000,- untuk 1 liter bensin.
It's kinda sad to know that in one of the richest island with natural resources in Indonesia, gasoline is quite rare to get here. As I can see here, there are only few of gas station and so many peoples queueing on it. And if you wish to buy a gas without queueing, so many illegal gas sellers on the road and they trick the money about Rp 1.000,- (10 cent) for a litre of gas.
3. Tidak ada transportasi umum di Belitung mengingat populasi di Belitung tidaklah banyak. Motor dapat disewa di penginapan dan mobil dapat disewa di Bandara Tanjung Pandan.
There is no public transportation in Belitung since the population is not that much here. Rent a transportation either at the airport or at the hostel.
4. Sinyal ponsel terkuat di Belitung adalah XL. Sinyal ponsel lainnya tidak stabil dan tidak ada sinyal Tri di Belitung.
The strongest local cellphone provider in Belitung is XL. The others are unstable and there is no signal for Tri provide in Belitung.
5. Matahari Belitung cukup panas dengan suhu 43 derajat saat siang hari. Bisa menggunakan sun block untuk melindungi kulit dari sinar matahari.
The sun heat in Belitung is about 43 degrees Celcius at noon. Bring sun block to protect your skin from the sunshine.
Pada akhirnya, perjalanan ini merupakan perjalanan saya yang cukup gila. Dan juga membuktikan; juga mengutip kata-kata dari jurnalis Marischka Prudence, benar adanya bahwa Indonesia itu indahnya keterlaluan. Semoga masih ada rezeki untuk menjelajahi dimensi Indonesia di berbagai penjuru lainnya.
At the end, this is my craziest solo trip, recently. And this is also a prove, also quoting from that pretty journalist Marischka Prudence, Indonesia is unreasonably beautiful. Hopefully there is still another opportunity to capturing the beauty of my country.
---
Tools of trade: Nikon Coolpix S9500.